Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) baru-baru ini mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 35 Tahun 2024 mengenai standar pakaian, atribut, dan sikap tampang bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Keputusan ini mengharuskan seluruh anggota Paskibraka untuk melepas jilbab sebagai bagian dari seragam resmi mereka.
Keputusan ini telah memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama terkait dengan pelanggaran hak beragama dan prinsip dasar Pancasila. Terbaru, sebanyak 18 Paskibraka Nasional putri melepaskan jilbab saat dikukuhkan oleh Presiden Joko Widodo di Ibu Kota Nusantara (IKN), Selasa kemarin. Aksi tersebut memicu protes dan kecaman dari berbagai pihak yang menilai keputusan ini bertentangan dengan hak beragama dan prinsip Pancasila.
Ketua PRIMA DMI Lampung, Akbar Tanjung, M.Pd, menegaskan bahwa keputusan ini bertentangan dengan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. “Jilbab adalah hak setiap individu dan merupakan ajaran agama yang sangat prinsip dalam Islam. Keputusan ini tidak hanya melanggar hak-hak dasar individu untuk menjalankan keyakinan mereka, tetapi juga menunjukkan ketidakpedulian terhadap prinsip Pancasila yang menjunjung tinggi keberagaman dan kebebasan beragama,” kata Akbar Tanjung.
Lebih lanjut, Akbar Tanjung menekankan bahwa keputusan ini dapat menimbulkan dampak psikologis bagi para anggota Paskibraka yang merasa dipaksa untuk memilih antara kewajiban agama dan kewajiban sebagai bagian dari kegiatan negara. “Kita mengapresiasi sikap cepat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang segera merespons keputusan ini. MUI telah menunjukkan kepedulian terhadap hak beragama dan keberagaman, yang sangat penting untuk menjaga harmoni di masyarakat,” tambahnya.
Keputusan ini juga memicu perdebatan di media sosial dan kalangan masyarakat umum, yang mengkhawatirkan dampaknya terhadap prinsip-prinsip kebebasan beragama dan hak asasi manusia di Indonesia. Banyak yang berharap agar BPIP segera mempertimbangkan kembali keputusan ini dan membuka ruang dialog dengan berbagai pihak terkait untuk menemukan solusi yang lebih inklusif dan menghormati keberagaman agama di Indonesia.